KERAS: Menyepelekan Kondisi Kendaraan
KASUS PERTAMA: Gas dan Rem
Satu bulan setelah pemakaian. Malam dalam perjalanan pulang dengan kondisi lalu lintas yang ramai, dan saya memanfaatkan keramaian orang menyeberang, untuk masuk ke gang, sedang posisi saya berada ditengah jalan raya. Ketika dilihat semua orang sudah berhenti karena terhalang oleh mobil yang menyeberang. Tapi ada satu pengendara vario yang agresif, tidak mau ikut berhenti menunggu dengan yang lain, malah berakselerasi dengan cepat menghindari mobil yang menyeberang. Setengah perjalanan saya masuk gang, pengendara vario tersebut kaget melihat saya jarak kurang dari 10 meter, dalam keadaan ngebut, pengendara vario panik langsung tarik rem secara spontan berbarengan dengan gas. Hasilnya ya rebahan di aspal, sementara motor masih terseret dan menabrak saya yang tidak bisa menghindar. Tidak bisa, karena kondisi motor tersebut, sedangkan di depan masih ada kendaraan yang lewat saya semua itu mustahil. Akhirnya hanya bisa pasrah dengan keadaan tersebut.
Saya tidak mengetahui keadaan jelasnya pengendara vario, yang saya tau vario merah yang masih kinclong jelas baret parah, namanya juga plastik, haha... sedangkan si pulsar hanya menderita baret halus, dan sedikit bensin rembes karena sebelum pulang saya isi full tank, duh! yang jadi korban adalah pedal rem yang bengkok.
Dari kejadian ini saya mulai paham dan tidak lagi menyepelekan kondisi kendaraan. Sebab saya selalu dihadapkan dengan kondisi yang “menjepit” dan “memaksakan” untuk berbuat sesuatu dalam “kondisi kritis” dengan waktu satu detik harus memutuskan apa yang harus dilakukan agar selamat. Insting bertahan hidup. Sebab sebaik apapun dan upaya apapun sudah dilakukan oleh diri, tapi masih ada faktor diluar yang bisa menyebabkan celaka. Dari sisi pengendara Vario, saya belajar bahwa gas dan rem itu tidak bisa dilakukan bersamaan, dan sepeda motor sengaja tidak didesain agar bisa seperti itu. tapi siapa sangka, kebodohan diri malah membuatnya demikian dan menjadi celaka.
KASUS KEDUA: Sekumpulan Rider
Beberapa bulan setelah kejadian malam itu. Pada hari minggu selesai memperbaiki rem depan yang macet tidak mau memompa, sorenya saya buru-buru ke ke tukang jahit langganan di kecematan sebelah, karena sejam lagi tutup. Dijalan bertemu sekelompok pemuda pulang dari sunmori dengan motor sport fairing mereka. Pikir saya asik, nimbrung ah...
Setengah perjalanan ke tukang jahit, kami jalan bersama dengan kecepatan sedang, 40-50kmh, normalnya lalu lintas di sini. Entah kenapa pengendara CBR di depan saya tiba-tiba jatuh dengan jarak yang dekat. Dengan percaya diri, saya tarik rem secara progresif. Tapi tiba-tiba ban depan mengunci, sedangkan pompa rem kehilangan tekanannya. Dengan posisi roda depan yang miring sedikit ke kanan membuatnya, dan karena ban aus membuat slip. Jatuhlah kami berdua, tapi untung saya masih berkesempatan rem, sehingga menabrak CBR dengan kecepatan rendah. Warga sekitar dan teman-teman si CBR tanggap dan mengkondisikan kami dengan cepat.
Kondisi saya aman, karena saya memakai helm full face, jaket kulit, sarung tangan, dan sepatu boot. Sedangkan celana bolong dibagian lutut tidak sampai luka, hanya memar. Kondisi pengendara CBR luka di kaki sampai berdarah, karena memakai sepatu converse yang juga rusak sepatunya, sialnya dia tidak pakai sarung tangan jadi ya senasib dengan kaki. Selebihnya saya tidak peduli.
Si pulsar hanya rusak dibagian samping headlamp pecah tidak sampai reflektor. Lagi pula ini headlamp kw jadi ya tidak begitu dipermasalahkan. Dari bagian mesin tercium bensin yang kuat dengan waktu yang lama, saya takut ini bocor. Pada kejadian sebelumnya tercium tapi haya sebentar. Setelah saya periksa dan aman saya coba hidupkan motor dan berhasil. Saya temui shifter pulsar bengkok, karena bahan alumunium yang tipis jadi dibengkokkan kembali bisa normal lagi. Sedangkan si CBR tidak bisa hidup, asumsi saya sikring putus, dan si CBR tidak bawa toolkit.
Sempat saya mendengar keluhan si pengendara CBR ini katanya ada mobil yang tiba-tiba masuk jalur. Dan dia reflek tarik rem spontan, yang jelas ini tidak boleh! Tapi yang namanya orang panik tidak bisa berpikir kritis. Begitu juga saya seharusnya bisa melihat kondisi jalan seberang yang sepi untuk dimanfaatkan bermanuver menghindari si CBR. Mulai dari sini saya belajar untuk tidak bergerombol saat berkendara di jalan. Untung saja kami berdua tidak tabrak oleh kendaraan yang melaju di belakang kami. Soal rem saya tahu ini harus diperbaiki, sudah beli master rem, tapi selangnya masih dalam perjalanan. Sebenarnya ini bisa dihindari seandainya saya mengalah dan membiarkan mereka pergi duluan. atau hanya salah waktu dan salah tempat? sedangkan takdir sudah dituliskan.
Post a Comment