The Ride #1: The Young and The Brainless

Saya ingat pertama kali belajar naik motor di lapangan, masih umur 12-13 tahun, dengan menggunakan motor bebek Yamaha jupiter z warna kuning. Awalnya sih, takut karena belum paham betul cara kerja sepeda motor dan masih nyangkut di gigi dua. Setelah bisa mengatur keseimbangan, mulailah iseng-iseng turun kejalan, eh ketahuan bapak, ya... dimarahin. Baru latihan 2-3 kali, sudah berhenti total karena motor digunakan kakak untuk berangkat kesekolah yang lokasinya di kota. Dan saya kembali ke kendaraan yang lebih disukai yaitu sepeda!
Setelah masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, SMK, saat kelas 12 banyak teman-teman yang mulai menggunakan motor sebagai transportasi ke sekolah. Tapi apa daya saya yang lebih suka sepeda, tetap pakai sepeda. Selang lama karena kebutuhan, akhirnya belajar lagi dari awal naik motor, kali ini pindah ke skuter matic Yamaha mio fino generasi awal. Ternyata motor ini lebih mudah, karena tidak disibukan dengan gear. Jadilah asal plintir gas. Karena kebodohan hampir saja nabrak orang.
Belajar tanpa bimbingan dan arahan merupakan hal yang konyol yang saya alami. Semuanya serba menggunakan perasaan dan tebak-tebakan, jadinya asal-asalan. Bereksperinmen dengan ini-itu berujung dengan kesesatan. Semua itu terjadi sampai saya masuk ke perguruan tinggi. Dan yang lebih hebatnya lagi saya bertarung dijalanan dengan semua kendaraan yang ada dijalan. Intinya arogan lah.
Karena semua kesalahan yang saya alami dari mulai kena tilang polantas karena tidak memiliki SIM, ditabrak orang, sampai mencium aspal dengan sukses. Saya anggap itu sebagai penebus semua dosa yang pernah saya lakukan selama berkendara secara arogan.
Masih dalam masa pemulihan dari akibat kecelakaan, saat sadar, alhamdulillah, Allah memberikan jalan bagi saya yang bertaubat untuk tidak melakukan hal yang sama, dan berusaha berubah menjadi rider yang lebih baik. saya coba-coba untuk mempelajari lalulintas jalan raya, rambu-rambu, ketertiban, dan belajar motor lagi agar menjadi lebih baik. Dan saya mulai mengerti kenapa SIM itu sangat dibutuhkan, tapi bukan sebagai alat anti-tilang. Tahun 2014-2017 merupakan tahun yang keras, keras karena kebodohan.
Belum selesai kuliah saya sudah mendapatkan pekerjaan. Dan saya tahu saya akan lebih sering berada dijalanan, karena rumah saya berada diantar kampus dan kantor yang memiliki berjarak yang sama, sama-sama 15km. Kali ini saya mengendarai motor Yamaha Xeon RC. Sebuah motor yang kurang perawatan. Karena kurang kepedulian, terbatasnya uang, dan kurangnya waktu untuk merawat, akhirnya saya kembali mencium aspal. Dalam masa pemulihan, saya kembali bertaubat dan berubah menjadi rider yang lebih peduli lagi. Peduli akan diri sendiri, orang lain, dan motornya. Kesalahan semua ditujukan kepada saya pribadi, karena semua lakalantas tunggal, dan saya mengakuinya. Akhirnya belajar motor lagi, dan belajar memperbaikinya.
Post a Comment